blog mya wuryandari

Sekolah Inklusi untuk Anak Disabilitas Penyintas Kusta

Posting Komentar

sekolah inklusi untuk anak disabilitas

Menyoal Pendidikan Bagi Anak Disabilitas

Hingga saat ini, diketahui masih banyak kantong-kantong kusta di berbagai wilayah di Indonesia. Sebanyak 9.061 kasus baru kusta ditemukan di Indonesia, termasuk kasus baru kusta pada anak. Per 13 Januari 2021 lalu, kasus baru kusta pada anak mencapai 9,14 %. Angka ini belum mencapai target pemerintah yaitu di bawah 5%. Seperti yang pernah diulas sebelumnya, kusta bisa menyebabkan disabilitas

Kusta pada anak yang kemudian menyebabkan disabilitas seringkali menjadi penghalang anak-anak usia sekolah untuk mendapatkan hak pendidikannya. Hal tersebut  karena ada orangtua yang enggan mendaftarkan anak, ataupun karena sarana dan prasarana sekolah maupun SDM guru yang ada belum cukup memadai untuk menopang kebutuhan anak-anak yang berkebutuhan khusus, termasuk anak disabilitas karena kusta. Padahal seperti yang tersebut dalam undang-undang di negara kita, setiap anak berhak mendapat pendidikan yang layak. 

Lalu, bagaimana upaya pemenuhan hak dan pendidikan yang inklusi pada anak dengan disabilitas dan kusta dapat segera terwujud? Apa saja upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam pemenuhan hak pendidikan bagi anak dengan disabilitas dan kusta sejauh ini? Alhamdulillah kemarin ummi mya mendapat kesempatan menyimak talkshow “Pendidikan Bagi Anak dengan Disabilitas dan Kusta” yang dilaksanakan oleh KBR bersama NLR Indonesia dengan nara sumber :

1. Dr. H. Yaswardi, M.Si (Plt. Direktur Guru Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI)

2. Anselmus Gavies Kartono (Yayasan Kita Juga/Sankita)

3. Frans (Kepala Sekolah SDN Rangga Watu Manggarai Barat)

4. Ignas Carly (Siswa kelas 5, SDN Rangga Watu Manggarai Barat)

Seru dan menggungah, bagaimana penjelasannya, yuk ummi mya jabarkan di sini.

SD Rangga Watu Manggarai Barat : Sekolah Inklusi

hak pendidikan semua anak

Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan. Setiap wilayah terdata banyak siswa atau anak yang usia sekolah tapi berkebutuhan khusus. Karena akses ke SLB sulit dijangkau maka sekolah bersemangat untuk bekerja sma dengan sankita untuk menyelenggarakan SD inklusi. SD rangga Watu Manggarai Barat menerbitkan SK penyelenggaraan sekolah inklusi atas dorongan yayasan Sankita. Sehingga pemerintah akhirnya mengeluarkan SK pendidikan sekolah inklusi sejak tahun 2017.

Sebenarnya pemerintah sudah terbuka untuk anak-anak mengikuti pendidikan, namun tentu saja ada beberapa kendala untuk menangani anak-anak berkebutuhan khusus.

Kendala umumnya di sekolah regular adalah perlu adanya guru pembimbing khusus untuk menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Untuk itu semoga pemerintah bisa memberikan lowongan untuk para sarjana pendidikan anak berkebutuhan khusus untuk bisa mendaftar sebagai guru pendamping anak berkebutuhan khusus. Namun secara umum pemerintah sudah cukuop terbuka untuk setiap sekolah regular menerima anak berkebutuhan khusus dengan mendaftar dan aka nada SK nya.

Untuk SD Negeri Rangga Watu beruntung karena bekerja sama dengan Sankita sehingga pengetahuan tentang bagaimana pendidikan terhadap anak berkebutuhan khusus ini bisa didapatkan melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan Sankita.

Sankita dan Upaya nya Mewujudkan Sekolah Inklusi

Langkah-langkah yang dilakukan Sankita sendiri dalam proses penyelenggaraan sekolah inklusi antara lain:

1.Sosialisasi.

Langkah awal adalah memberi sosialisasi kepada seluruh pihak tentang bagaimana sekolah inklusi itu. Setelah disosialisasikan dan semuanya setuju untuk penyelenggaraan sekolah inklusi maka kami mulai melihat kapasitas gurunya. Karena memang sekolah inklusi memerlukan guru yang memiliki kemampuan untuk menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Guru-guru yang ada di sekolah regular adalah guru dengan latar belakang pendidikan sekolah dasar sehingga mereka belum familiar dan memahami bagaimana menangani anak berkebutuhan khusus.

2. Pelatihan.

Setelahnya, untuk mendukung terwujudnya sekolah inklusi yang memadai untuk anak-anak berkebutuhan khusus, kemudian menyelenggarakan pelatihan mengidentifikasi dan assessment anak berkebutuhan khusus. Tujuannya agar bapak ibu guru yang mengikuti pelatihan untuk mengetahui, mengenal apa itu anak dengan berkebutuhan khusus, apa saja jenis-jenisnya, apa permaslahan yang dialami serta kebutuhannya.

3. Perencanaan dan Strategi.

Setelahnya membuat perencanaan dan strategi. Misalnya untuk anak yang disabilitas sensorik netra, apa yang bisa dilakukan oelh bapak ibu guru. Jika ia masih punya kemampuang penglihatan apa yang bisa dilakukan. Apakah memperbesar tulisan, mengatur tempat duduk di depan misalnya, atau alat serta sarana yang diperlukan tergantung dari kebutuhan sang anak.

4. Memotivasi Orang Tua

Strategi dari kami dalam memotivasi orangtua antara lain menyediakan staf dari non disabilitas juga ada yang disabilitas seperti pak Anselmus. Dengan melihat orang-orang yang disabilitas bisa bermanfaat, bisa memberi edukasi dan lainnya, maka orangtua akan berpikir bahwa orang-orang dengan disabilitas bisa menjadi orang yang berpendidikan dan bermanfaat bagi orang lain. Sehingga orangtua pun bersemangat mendaftarkan anak-anaknya yang ememiliki disabilitas untuk bersekolah


Tantangan Sekolah Inklusi

Memang menjadi tantangan dalam penyelenggaraan sekolah inklusi. Selain melibatkan guru yang mengikuti pelatihan, orangtua, juga melibatkan tenaga ahli lainnya, yaitu psikolog. Untuk kategori disabilitas ini memang dirahasiakan pada teman-temannya (anak-anak). Hal ini untuk meminimalisir stigma yang mungkin terjadi. Tapi untuk orangtua tidak dirahasiakan tapi dijelaskan, dan selurtuh orangtua menyepoakati untuk setuju, jadi tidak ada penolaklan yang berarti

Ignas, siswa kelas 5 SD Rangga Watu Manggarai Barat sangat semangat untuk belajar karena ingin tetap berteman dengan teman-teman dan mendapat ilmu pengetahuan. Ignas sendiri hobi bermain bola dan voli, dan ignas bercita-cita ingin menjadi guru.

Ignas sendiri pernah mengalami “ledekan” di awal namun tidak berarti. Ignas juga berteman dengan banyak teman dan mendapat perlakuan yang baik. Yang paling disukai ignas adalah jalan bersama teman teman ketika berangkat dan pulang sekolah, duuh jadi inget pas jaman SD dulu masih begini. Anak sekarang sekolahnya rata-rata dianter kendaraan.

Penutup

pak frans sd rangga watu manggarai barat

Sampai juga akhirnya di penghujung talkshow, Pak Frans dan Pak Anselmus pun memberikan pesannya kepada kita semua. 

Pak Frans berpesan, kalaupun sekolah regular memiliki keterbatasan, tapi jika kita memiliki niat tulus bahwa setiap anak berhak mendapat penidikan, harapannya sekolah-sekolah ini bisa menerima anak-anak dengan kebutuhan khusus. Para orangtua pun hendaknya mendaftarkan anak-anaknya bersekolah. Kalaupun akses sekolah berkebutuhan khusus sulit dijangkau maka sekolah regular pun tak apa, meskipun fasilitas di sana kurang bisa menopang, tapi paling tidak anak-anak bisa berlajar dan bersosialisasi dengan teman-temannya.

Closing Statemen dari Pak Anselmus

Semua anak memiliki hak mendapatkan pendidikan. Penyandang disabilitas dan kusta punya hak yang sama dalam berbagai aktivitas dan pendidikan di Indonesia. Daftarkan anak ke sekolah reguler agar anak mendapatkan pengalaman belajar yang sama dengan anak non disabilitas. Apalagi jika akses pendidikan SLB tidak ada atau akses layanan tidak terjangkau, maka daftarkan anak ke sekolah reguler. 

Apalagi ada UU No. 8 tahun 2018 dan PP No.13 tahun 2020 tentang akomodasi yang layak untuk peserta didik penyandang disabilitas, maka hak ini harus diambil oleh seluruh anak disabilitas untuk masa depan yang lebih cerah.

Itu dia catatan belajar ummi mya saat ikutan talkshow bersama KBR dan NLR kemarin pembelajar, semoga bermanfaat ya dan menambah wawasan kita semua. 


salam, Ummi Mya  




Related Posts

Posting Komentar