Apa itu Visi Keluarga Muslim
“Kalau orang hebat hari ini berpikir 250 tahun ke depan, kita dibiasakan oleh Islam berpikir sangat-sangat jauh, sesudah kematian” –ustadz budi ashari-
Kali ini saya ingin membahas
tentang hal penting yang perlu dimiliki sebuah keluarga muslim. Visi keluarga
muslim. Bahasan ini adalah hasil catatan belajar dari membaca buku karya Ustadz
Budi Ashari, Inspirasi Rumah Cahaya Juga menjadi salah satu materi dalam parenting
nabawiyah. Seperti biasanya, ustadz Budi selalu menyampaikan nasehat dengan
disertai kisah yang menggugah.
Kita mungkin sering mendengar
ucapan selamat dalam sebuah acara pernikahan, doa untuk para mempelai. Semoga
menjadi keluarga sakinah, mawaddah wa rohmah.
Namun sebenarnya, bagaimana agar keluarga yang terbentuk dari pernikahan itu
memiliki hal hal baik tersebut, sakinah,
mawaddah wa rohmah. Ini menunjukkan betapa pentingnya sebuah visi keluarga muslim, agar menjadi keluarga yang
diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketika kita bicara tentang keluarga, maka kita bicara tentang memulai segala sesuatu. Kita bicara tentang visi, mau dibawa ke mana keluarga yang dibangun ini? Untuk memiliki keluarga dengan sakinah, mawaddah wa rohmah keluarga muslim harus memiliki visi. Visi yang akan membawa keluarga menjadi kokoh dan terarah dalam setiap kondisi. Bahkan visi inilah yang diajarkan oleh Baginda Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wasalam, sahabat dan para pemimpin muslim. Visi keluarga muslim adalah visi yang merujuk pada bagaimana Al Qur’an, bagaimana hadits Rasul mengajarkan membangun keluarga dengan tujuan yang jelas. Apa sajakah visi keluarga muslim yang diajarkan tersebut?
1. Berkumpul bersama di surga
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا
بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ
امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
Dan orang-orang yang beriman, dan yang
anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu
mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal
mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.
(QS. Ath Thuur: 21)
Bisa berkumpul bersama keluarga dan anak keturunannya
di surga kelak. Tidak ada yang lebih membahagiakan ketika orangtua dapat
berkumpul bersama anak-anaknya di surge nanti. Bisa berkumpul di surga ini
menjadi cita cita keluarga para sahabat Nabi. Begitu kuat visi keluarga yang
tertanam ini bahwa keluarga mereka bukanlah keluarga yang hanya menjadikan dunia
ini tujuannya. Salah satu kisah mengharukan tentang cita cita keluarga yang
mulia ini adalah kisah sahabat Sa’ad bin Khaitsamah dan ayahnya Khaitsamah bin
Harits.
Sa’ad dan Khaitsamah ayahnya, adalah sahabat nabi yang
telah tertanam kuat imannya untuk bersegera mendapat ridho Allah. Salah satunya
dengan ikut berperang bersama Rasulullah. Kedua ayah anak ini sama-sama ingin
berangkat berperang, namun Rasulullah mencegah mereka. Rasulullah menyampaikan
hanya satu di antara mereka yang bisa ikut rombongan perang Badar saat itu.
Akhirnya, mereka mengundi dan nama Sa’ad lah yang
keluar. Sang ayah pun merasa iri, karena ia ingin pula bersegera mencari ridho
Tuhannya, namun Sa’ad sang anak tak mau mengalah pada ayahnya. Ia berkata, “Ayahku,
sesungguhnya ini adalah surga, karenanya aku tidak bisa menyerahkannya padamu. Jika
ini bukan surga, maka aku akan mendahulukanmu”. Ya, keyakinan akan surga dan
berlomba lomba dalam mencari ampunan Allah, demikian tertanam kuat dalam diri
sang anak. Maka ia pun tak ingin melewatkan kesempatan meraihnya.
Sang anak pun berangkat dan bertemu dengan
cita-citanya menjadi seorang yang syahid di jalan Allah. Sang ayah mungkin
bersedih, anak kesayangannya telah mendahuluinya. Namun Khoitsamah memiliki
cita cita yang bertambah kuat, bahwa ia hendak menyusul anaknya agar bisa
berkumpul kelak di surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika Rasulullah
mengumpulkan sahabat untuk bersiap perang uhud, Khoitsamah pun bersegera
memenuhi panggilan tersebut. Ia pun bermimpi bertemu sang anak dan ditunjukkan
keindahan surge serta sang anak mengajaknya untuk ikut bersamanya. Khoitsamah
pun semakin bertekad untuk ikut dalam perang uhud. Dan ia pun menyusul sang
anak, menemui syahidnya di perang uhud. MaasyaAllah.
Jadi, surga ini adalah sesuatu yang ditanam di
generasi ini sampai kemudian tujuan
terbesar mereka adalah bisa menikmati kenikmatan abadi di surga Allah. Tidak
hanya keluarga Saad bin Khoitsamah yang seperti itu, tapi seluruh keluarga
sahabat Nabi. Karena kalau yang tertanam dalam dirinya adalah surga, maka
kehidupan seluruh hari-harinya semua yang dilakukannya dalam rangka mengejar surge
Allah. Jadi apapun peluang, yang bisa
dilakukan untuk mendapat surge itu akan luar biasa diperjuangkan.
2. Menjaga diri dan keluarga dari api neraka
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا
النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ
اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.
(QS. At Tahrim : 6)
Visi keluarga muslim berikutnya adalah menjaga diri dan keluarga dari api neraka. Ada beberapa hal yang bisa diakukan untuk menjaga diri dan keluarga kita dari neraka;
a. Salah satunya yang selalu Rasulullah ajarkan kepada umatnya, yaitu nafkahi keluarga dengan harta yang halal. Dan jangan sampai ada barang yang haram yang masuk ke dalam diri umatnya.
كل لحم نبت من سحت فالنار أولى به
“Setiap daging yang tumbuh
dari sesuatu yang haram maka neraka lebih berhak baginya.”
(HR. Thabrani)
Karena rizki yang haram bisa mengantarkan ke neraka, maka para ayah tidak akan mencari rizki yang haram, tidak akan membawa harta yang haram. Karenanya kita mendengar bahwa para orang sholeh sangat berhati hati menjaga rizki yang halal.
Rasul sendiri
kepada cucu beliau Hasan yang memakan kurma yang sedekah yang jatuh, Rasul
memaksa untuk mengeluarkan kurma tersebut. Kemudian Nabi berkata, “Tidakkah kau
tahu Hasan, bahwa kita ini keluarga yang tidak makan harta sedekah”. Artinya tidak
boleh melakukan hal yang bisa membawa pada kemurkaan Allah.
b. Menjaga
Lisan dari hal-hal yang tidak baik. Keluarga keluarga beriman senantiasa
menjaga lisan mereka. Ucapan mereka tidak kotor, tidak menusuk, tidak menuduh,
tidak bersumah serapah. Itu karena mereka ingin masuk surga dan seringkali
lisan kecil ini justru membahayakan kita dan bahkan kita mengucapkan hal kecil
yang justru menyeret kita ke neraka. Waiyyadzubillah.
c. Mendirikan
Sholat Malam. Seperti kisah sahabat Nabi Abdullah bin Umar. Suatu malam
Abdullah bin Umar tertidur dan bermimpi. Ia bermimpi bertemu malaikat dan membawanya
ke neraka, bagaikan sumur dengan api yang berkobar-kobar. Ia melihat
orang-orang yang dikenalnya sedang terbakar api neraka. Abdullah menceritakan
pada saudaranya Hafshah dan Hafshah menyampaikannya ke Rasulullah. Rasulullah
pun menyampaikan, laki-laki yang luar biasa itu adalah Abdullah, andai saja ia
mau melakukam qiyamul lail (sholat malam). Dalam mimpi Abdullah, ia belum
terjaga dari api neraka karena belum melakukan sholat malam. Karena itulah,
hal-hal yang sekiranya bisa menjaga diri kita dari neraka, maka lakukanlah.
3. Menjadi Pemimpin Orang yang Bertaqwa
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Dan orang orang yang berkata: "Ya
Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
(QS. Al Furqon :74)
Visi keluarga muslim selanjutnya adalah visi kepemimpinan.
Visi ini harus dibangun. Kegagalan kepemimpinan di sebuah negeri faktornya
adalah kegagalan menanamkan visi kepemimpinan di setiap rumah tangga muslim. Jadi
ketika saat ini mengeluh tentang kepemimpinan misalnya, maka sebenarnya itu
kegagalan keluarga muslim ketika mereka diamanahi Allah untuk tema kepemimpinan
tapi mereka tidak menjalankan dengan baik.
Dalam Islam, banyak kisah Rasul dan sahabat bagaimana
mendidik kepemimpinan ini. Rasul sendiri pernah berkata bahwa cucunya Hasan,
adalah Sayyid (orang besar) dan semoga suatu hari Allah akan mendamaikan dengan
Hasan ini dua kelompok muslimin yang berhadapan. Artinya, Rasul melalui
petunjuk dari Allah menyampaikan visi kepemimpinan ini kepada cucunya. Generasi
yang akan datang perlu untuk kita sampaikan visinya sebagai pemimpin.
Demikian pula kehidupan para pemimpin besar di dunia
ini. Harun Al Rasyid pun disiapkan untuk menjadi pemimpin. Begitu pula Harun Al
Rasyid menyiapkan anak-anaknya menjadi pemimpin. Begitu seterusnya lahirnya
pemimpin-pemimpin muslim lainnya. Semisal
Muhammad Al Fatih, Nuruddin Zanki, itu adalah bagian dari keberhasilan keluarga
muslim dalam menjalankan visi kepemimpinan di rumah mereka.
Begitulah, penjelasan mengenai
pentingnya visi keluarga muslim agar tiap keluarga muslim memiliki arahan yang
jelas dalam mengarungi bahtera kehidupan ini, agar diberkahi Allah serta
mendapatkan keselamatan baik di dunia maupun akhirat. Teman-teman pembelajar yang
mau menikmati penjelasan ini dalam bentuk video silakan menyimak di sini ya.
Selamat belajar..
Semoga Allah senantiasa
menambahkan kita ilmu, dan merizkikan kita pemahaman.
Barakallahufiikum
Posting Komentar
Posting Komentar