blog mya wuryandari

Cara Agar Anak Cerdas Mengelola Harta

6 komentar




Assalamu’alaykum warrahmatullahi wabarakatuh.

Weekday serasa weekend karena PPKM yang terus diperpanjang, hehe gapapa ya tetep semangat kita. Meski banyak yang harus di “off” kan semoga semangat dan proses belajar kita senantiasa”on” ya.

Di sela sela keriwehan mendampingi 3 anak belajar secara daring di rumah, saya mau berbagi sedikit catatan belajar tentang kecerdasan mengelola harta yang pertama kali insight nya saya dapatkan melalui Akademi Keluarga dari Parenting Nabawiyah di tahun 2016 lalu.

Udah lama ya, hihi iya tapi jadi merasa butuh mereview ulang pelajaran ini lantaran melihat kondisi di sekitar yang berkaitan dengan ini. Saat beberapa orang harus kehilangan mata pencaharian tersebab pandemi yang belum usai, juga betapa beberapa orang penuh upaya bertahan sedemikian rupa. Ada pula sosok hartawan yang terus membelanjakan uangnya untuk kemewahan yang tak perlu, kala beberapa sosok lain yang sederhana justru menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk disumbangkan pada mereka yang terdampak secara ekonomi.

Satu lagi yang sering saya dapati di sekitar, karena anak-anak banyak yang tidak ke sekolah lantaran pembelajarannya masih daring, saya mendapati tidak sedikit anak-anak yang “jajan” dengan frekuensi yang tidak jarang. Entah pagi, siang, sore, atau ketiga waktu itu bolak balik. Di segala usia, bahkan yang balita pun ada. Aturan di keluarga kami memang berbeda, anak-anak belum diijinkan mengelola uang saku sendiri sampai usia tertentu.

Adanya teman-teman yang memiliki kebebasan menggunakan uang ini sempat jadi kecemburuan tersendiri sehingga bertanya, “kenapa anak kecil belum boleh pegang uang?” Heu.. hampir aja deh mau kasih juga, makanya menguatkan diri kembali dengan baca-baca materi tentang ini lagi, sekalian aja saya catat di sini hehe.

Salah Paham Soal Cerdas Finansial

Seringkali, kecerdasan finansial dikaitkan dengan kemampuan seseorang dalam berusaha memiliki harta yang banyak. Ketika seseorang memiliki bisnis yang berkembang misalnya, kita kemudian sudah bisa melabeli orang tersebut sebagai pribadi yang cerdas secara finansial. Padahal, belum tentu begitu. Cerdas secara finansial tidak hanya terbatas pada cerdas mengelola sumber daya agar bisa menghasilkan uang atau harta yang banyak saja.

Kecerdasan finansial adalah kemampuan seseorang untuk mengelola sumber daya baik di dalam dirinya sendiri maupun di luar dirinya untuk memaksimalkan potensi dalam mengelola kekayaannya. Karenanya, lebih dari sekedar kemampuan mencari uang, kecerdasan finansial juga mengenai bagaimana seseorang mampu mengelola harta yang dimilikinya dengan baik.


Mengapa harus cerdas mengelola harta? Karena sejatinya manusia adalah Khalifatullah fil ‘Ardh (wakil Allah di muka bumi). Maka bagaimana seorang yang tidak cerdas dalam mengelola harta bisa menjadi perwakilan Allah di muka bumi yang bertugas menjaga bumi dan isinya serta mengelolanya dengan baik untuk kebaikan umat. Kondisi-kondisi di atas sedikit menggambarkan pengaruh dari kecerdasan mengelola harta.

Kita sudah sering mendengar kasus-kasus penyelewengan para individu yang cerdas dalam mencari harta namun tidak amanah dalam mengelola harta. Tentu saja kita berharap generasi penerus kita, anak anak keturunan kita adalah bagian dari orang-orang yang amanah, serta cerdas mengelola harta.

Ar Rusyd-As Safih

Mengenai kemampuan mengelola harta, Islam tentu saja memiliki pandangan pula tentang ini. Sebelum menuju langkah bagaimana menumbuhkan kecerdasan dalam mengelola harta, kita kenalan dulu yuk dengan konsep Islam mengenai sosok yang dinilai mampu mengelola harta, yakni Ar Rusyd.

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik!”(QS. Annisa: 5)

“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya! Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa! Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).”(QS. An Nisa: 6)

Pada ayat tersebut terdapat kata Rusydan. Dalam terjemahannya ; cerdas (pandai memelihara harta). Sekaligus disebutkan pula lawannya yaitu Sufaha yang dalam terjemahannya; orang yang belum sempurna akalnya.

Ibnu Katsir menjelaskan sebagai berikut:
Allah ta’ala melarang untuk memberi kekuasaaan mengendalikan harta bagi orang-orang yang sufaha’ (belum sempurna akalnya). Di mana harta, dijadikan Allah sebagai penegak kehidupan manusia berupa perdagangan dan yang lainnya. Dari sinilah disyariatkannya Hajr (dihalangi dari mengendalikan hartanya) bagi sufaha’. Hajr bagi anak kecil karena mereka tidak mampu menyampaikan. Hajr bagi orang gila. Hajr karena buruk dalam mengendalikan harta karena kurang akal dan agama. Hajr untuk yang pailit yaitu orang yang dililit hutang dan hartanya tidak cukup untuk membayarnya, jika para pemilik uang meminta kepada hakim agar menetap hajr, maka akan diputuskan hajr untuknya. (Budi Ashari, 2016).

Kebanyakan ulama mengatakan bahwa Ar Rusyd terjadi setelah usia baligh. Jika belum kunjung memiliki Ar Rusyd walau telah baligh, bahkan telah tua, maka ia tetap terkena hajr.

Ternyata, dalam menyerahkan harta (meski dalam jumlah yang sedikit), Islam pun memiliki aturan yang jelas untuk itu. Tidak menyerahkannya pada yang belum sempurna akalnya.


Ar Rusyd menjadi tolak ukur dan syarat mutlak seseorang diserahkan harta. Agar ia mampu mengelolanya dengan baik untuk kebaikan. Agar harta yang diterimanya tidak digunakan untuk yang tidak baik dan justru membawa keburukan padanya. Maka sifat Ar Rusyd ini perlu kita tumbuhkan pada diri anak sembari menunggu waktu balighnya, sehingga ketika baligh, anak pun memiliki Ar Rusyd ini dalam dirinya.

Cerdas Mengelola Harta : Mempertanggungjawabkan Harta


Dari Khaulah al-Anshariyyah radhiyallahu ‘anha beliau mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ رِجَالاً يَتَخَوَّضُونَ فِي مَالِ اللَّهِ بِغَيرِ حَقٍّ، فَلَهُمُ النَّارُ يَومَ القِيَامَةِ

“Ada sejumlah orang yang membelanjakan harta Allah secara serampangan atau asal-asalan dengan cara yang tidak benar, maka untuk mereka neraka pada hari Kiamat.” (HR. Bukhari di dalam kitab Fardul Khamsi bab Firman Allah Fa Innalillahi Khumusahu hlm. 3118)

Harta merupakan alat ukur bagi seseorang telah memiliki sifat Ar Rusyd atau belum. Sikap pemuda terhadap harta, mencerminkan kualitas akal dan hati mereka. Akal dan hati selalu mengirimkan perintah yang tampak pada pergerakan anggota tubuh.

Maka mereka yang telah baik dalam mengendalikan harta; menyimpan, memperbaiki, membelanjakan, dan mengembangkan, pasti telah tersusun baik akal dan hati mereka. Mereka telah mampu membedakan yang manfaat dan yang membahayakan. Mereka visioner, memandang ke depan jauh dan bukan kesenangan sesaat. Mereka mampu merencanakan dengan baik. Mereka mampu menahan gejolak hawa nafsu. Akal mereka sehat dan hati mereka jernih.

Menanamkan Keimanan, Mengokohkan Mindset

Dalam proses mengajarkan anak agar cerdas mengelola harta, bagaimanapun keimanan menjadi landasan yang penting. Anak-anak perlu memiliki alasan yang kuat mengapa mereka perlu mengelola harta dengan baik sesuai dengan bagaimana Islam mengajarkan. Maka menanamkan keimanan menjadi hal yang mutlak untuk dilakukan.

Anak-anak akan bertanya mengapa mereka belum boleh mengelola uang ketika usianya msih kecil, misalnya. Dari pertanyaan-pertanyaan ini bisa kita jadikan sarana dialog dan memasukkan nilai-nilai keimanan pada mereka. Kita juga bisa menyelipkan kisah-kisah Rasul, sahabat atau orang-orang shaleh yang berkaitan.

Ada beberapa hal yang perlu diajarkan ke anak-anak sebelum mereka dipercayakan mengelola harta.

1. Uang adalah perekonomian dalam Islam

Hanya sebatas itu. Ia adalah sarana dalam muamalah. Ia bukan sarana mencapai kemuliaan seorang insan, baik di mata manusia apalagi RabbNya. Penting untuk memastikan anak memahami, banyak harta bukan berarti mulia, sedang sedikit harta berarti hina. (QS. Al Fajr 15-16)

2. Kebutuhan vs Keinginan

Sebelum belajar mengelola harta, anak perlu belajar tentang priorotas, mana hal yang menjadi kebutuhan dan mana yang hanya sekedar keinginan. Membedakan antara keinginan dan kebutuhan ini akan membantunya menahan diri untuk hal-hal yang sekiranya tidak dibutuhkan.

3. Berlatih sifat amanah

Alih alih mengikuti market day atau berlatih berjualan, anak lebih butuh belajar sifat amanah. Belajar dari shiroh, para nabi belajar amanah dengan menggembala. Demikian pula Rasulullah. Menggembala dapat diartikan belajar menerima amanah. Sebelum diajarkan berdagang, Rasul menggembala, ini adalah proses pembelajaran yang mahal untuk melatih kemandirian finansial. Dalam menjalankan usaha dagangnya, Rasulullah memperkaya diri dengan kejujuran, tanggungjawab dan sifat mulia lainnya.

4. Bermewah-mewahan adalah pintu kehancuran

“Waspada dirimu dari kemewahan, kerena sesungguhnya para hamba Allah bukanlah orang-orang yang mewah.” (HR. Ahmad)

5. Harus diingat dari mana didapatkan dan untuk apa digunakan

Sesungguhnya Rasûlullâh ﷺ bersabda: "Tidak akan bergeser kedua telapak kaki seorang hamba di hari kiamat sehingga ditanya dengan empat macam, yaitu: tentang umurnya habis digunakan untuk apa, jasadnya rusak digunakan untuk apa, ilmunya bagaimana mengamalkannya, hartanya dari mana mencari dan kemana membelanjakannya." (HR. Ibnu Hibban dan At Tirmizi).

Keteladanan orang tua tentang harta di dalam rumah bisa kita ambil dari nasihat Khalid Asy Syantut:

1. Jangan memberi uang kepada anak tanpa sebab. 

   Anak-anak belum boleh mengelola uang sendiri karena belum baligh dan belum sempurna akalnya. Dikhawatirkan dengan kondisi demikian, uang di tangan mereka menjadi sesuatu yang tidak baik. Karena mereka belum mampu membedakan yang manfaat dan yang membahayakan.

2. Orangtua memberikan uang ketika Ied sebagai bentuk cinta dan menyenangkan di hari Ied.

3. Biasakan anak menabung dari kecil.

4. Anak usia madrasah/SMP baru diberi uang saku. 

Beri pemahaman bahwa ia bertanggungjawab atas sesuatu yang dibelinya. Hal itu dilakukan setelah bermusyawarah dengan orang tua.

5. Anak usia SMA diberi tambahan jumlah uang saku dari sebelumnya. 

Konsekuensinya ada tambahan tugas di rumah atau di luar rumah.

6. Sejak akhir masa kuttab/SD dan sepanjang masa madrasah/SMP-SMA, anak diajarkan untuk menulis rencana dan laporan pertanggungjawaban pemakaian uang mereka. 

Tentu dengan dikontrol oleh orang tua. Beri penghargaan bila perencanaan mereka baik dan beri hukuman bila buruk. Kami dibantu buku yang berjudul "Buku Harian Anak Cermat". di dalamnya sudah terdapat tabel-tabel yang membantu perencanaan keuangan anak.

7. Biasakan anak berinfak.


buku penunjang perencanaan keuangan anak


Referensi:

1. Modul Akademi Keluarga dari Parenting Nabawiyah
2. Budi Ashari, Remaja, Antara Hijaz dan Amerika, Depok : Pustaka Nabawiyah. Cetakan Ke dua. 2016
3. DR.Khalid Ahmad Asy Syantut, Rumahku Madrasah Pertamaku, Depok : Maskana Media. Cetakan Pertama. 2018

buku referensi


itulah sedikit catatan belajar yang bisa saya bagi kali ini ya teman-teman, semoga bermanfaat. Untuk lebih jelasnya bisa membaca buku-buku referensi yang saya infokan. Selamat belajar..




salam


ummi Mya





Related Posts

6 komentar

  1. Wah pas nih. Aku lagi dalam tahap mulai mengenalkan uang pada si sulung.

    Dia mulai blajr nabung sih. Tapi agaknya aku kurang tepat ngasih pemhamannya.

    Btw, kalo anak2 ini usia brpa y mereka sudah siap di kenalkan sama konsep uang

    BalasHapus
  2. usia sd ud bisa mba, tapi akhir SD baru boleh dilatih kasih uang saku dikit-dikit, saya sih paling mingguan, dibantu sama buku yang isinya kaya laporan penggunaan gtu

    BalasHapus
  3. Auto nyari bukunya aKu mbaak... Penting banget nie membedakan antara keinginan &Kebutuhan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyess,, emaknya aja belum kelar kan wkwkwkwk
      buku yang panduan itu teknis banget sih bantu anak ngelola uangnya.

      Hapus
  4. Sedikit bertanya Mba,,, :D sebaiknya mengenal kan uang itu kepada anak,usia berapa tahun yah ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau dari materi itu, dikenalin bisa sejak usia SD pak, mule dilatih pengelolaan akhir usia sd sekitar kelas 5,6.

      Hapus

Posting Komentar