blog mya wuryandari

Harmonisasi Suami Istri ala Keluarga Nabi

1 komentar

 

harmonisasi suami istri

Berawal dari Harmonisasi Pasangan

Harmonis adalah kata yang didambakan setiap keluarga, setiap pasang suami istri. Ini adalah modal utama bagi keberhasilan pendidikan anak-anak. Seperti yang dikatakan dalam Al Quran di surah Al Furqon ayat 74;

Dan orang-orang yang berkata, 

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

Memohon kepada Allah pasangan dahulu, baru kemudian keturunan. Karena menyelaraskan pasangan dalam harmoni, akan berpengaruh pada keturunan kelak.

Meski  kodrat penciptaan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, serta dalam memperjuangkannya tidak mudah, diperlukan perjuangan yang luar biasa, namun bukan berarti tidak bisa disatukan dalam harmoni.

Maka mari kita tengok, salah satu materi yang ummi mya dapat dari kuliah Akademi Keluarga Parenting Nabawiyah ini. Mari kita belajar, mencari harmoni keluarga dalam panduan Nabawi. Harmonisasi Suami Istri ala Keluarga Nabi.

Bukan Harmoni Ala Keluarga Abu Lahab

Salah satu keluarga yang terkenal harmonis adalah keluarga Abu Lahab. Kedua pasangan suami istri ini pasangan yang serasi. Suami tampan dan Istri yang juga rupawan, hingga terkenal dengan Ummu Jamil, karena begitu indah rupanya.

Bacalah surah Al Lahab di dalam AL Qur’an, kita akan temukan di dalamnya kisah keluarga ini, yang begitu harmonis. Mereka adalah pasangan sehidup semati, tetap bersama hingga akhirat nanti.

Keduanya adalah keturunan tokoh besar. Abu Lahab keturunan Bani Hasyim, sedang istrinya Ummu Jamil, keturunan Bani Umayyah. Keduanya hidup dalam kekayaan. Anak-anak mereka juga dididik menjadi orang-orang penting dalam tatanan masyarakatnya.

Namun apakah harmonisasi yang demikian yang diharapkan dari keluarga muslim? Tentu saja bukan. Karena mereka harmoni dalam dosa dan permusuhan. Dan kelak mereka bersama hingga ke neraka.

Ketidakharmonisan Keluarga

Belajar Dari Kesedihan Asiyah

Maka kita mengingat betapa sedihnya Asiyah yang kemudian berdoa pada Tuhannya,

“Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.” (Q.S. At Tahrim : 11)

Bagi Asiyah, istana megah tak berarti apa apa, tak ada kebahagiaan di sana ketika di dalamnya tak ada harmoni.

Istri Fir’aun ini meminta rumah di surga. Karena istana yang disediakan tidak mendatangkan kebahagiaan. Rumah dalam al quran dan hadits disebut dengan kata bait yang maknanya tidur, menginap, istirahat di malam hari. Karenanya, rumah baru layak disebut rumah jika ia nyaman untuk beristirahat. Itulah mengapa asiyah meminta rumah di surga. Tanpa harmoni, istana tak layak disebut rumah.

Goyahnya Harmoni

Surah At Tahrim mengangkat kisah keluarga harmoni Rasulullah bersama istri-istri beliau. Namun harmoni itu pun pernah goyah. Penyebabnya adalah : kecemburuan yang membabi buta. Kecemburuan yang tidak benar dan tidak pada tempatnya.

Kecemburuan yang bukan merupakan cinta tapi duri dalam keindahan. Bahkan kecemburuan yang mendorong pasangan jatih ke dalam kesalahan.

Rasulullah harus ditegur Allah karena berbuat kesalahan mengharamkan madu yang dihalalkan Allah. Karena terdorong oleh kecemburuan istri.

Selain itu, surah At Tahrim juga berkisah tentang tiga keluarga lain yang tidak harmonis. Keluarga Nabi Nuh dan keluarga Nabi Luth, serta Fir’aun dan istrinya.

Tiga keluarga ini berbeda masalah, namun memiliki hal yang sama, berujung pada kerusakan. Kerusakan yang disebabkan pengkhianatan. Yakni pengkhianatan istri terhadap suaminya. Bahwa istri Nabi Nuh dan Nabi Luth tidak mengikuti aqidah dan risalah yang dibawa oleh suaminya. Allah menyebut suami-suami mereka yang seorang Nabi adalah orang sholeh. Jika berkhiatan, artinya para istri ini bukanlah istri yang sholehah.

Kesimpulannya, keharmonisan bisa hilang sama sekali disebabkan oleh kerusakan yang dilakukan oleh pasangan. 

Kerusakan itu bisa berupa pengkhianatan terhadap risalah kebaikan yang diemban pasangan atau kedzaliman dan pergaulan pasangan yang rusak. Dan keluarga yang harmoni bisa goyah keharmonisannya karena, kecemburuan yang tidak tepat.

Keselarasan Kesholehan

Masih dalam surah At Tahrim, ayat pembuka dimulai dengan anggilan , wahai Nabi. Semua kesholehan tergabung dalam satu kata, Nabi. Maka pantas jika asangannya adalah sosok yang disebutkan Allah di ayat ke5

"Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh jadi Tuhan akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu, perempuan-perempuan yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang beribadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan".

Maka membangun keselarasan kesholehan menjadi kewajiban suami istri. Artinya suami maupun istri memiliki tekad yang sama untuk mencapai kesholehan diri dan saling membantu agar kesholehan diri itu menciptakan harmoni dan keselarasan yang dapat diterjemahkan dalam 3 poin :

keselarasan suami istri


1. Keselarasan dalam menjaga diri dari api neraka (ayat 6)
2. Keselarasan dalam menjaga pertaubatan (ayat 8)
3. Keselarasan dalam menggapai ajaran Islam tertinggi (ayat 9)

Harmonisasi ala Rasulullah dan Para Istri

Mari kita bercermin ada sebagian istri Nabi yang mengajari kita kemampuan menyelarasakan dirinya dengan suami yang merupakan orang yang paling mulia di muka bumi.

Sebelumnya menjadi catatan, bahwa kesholehan itu dimulai sari suami sebagai kepala rumah tangga. Dan istri akan menyesuaikan. Namun jika suami tidak seperti itu maka perlu ada gerakan yang massif dari istri untuk menarik suaminya menuju kesholehan. Mungkin akan sulit namun tetap perlu dicoba.

Khadijah

Kita belajar pada ibunda Khadijah melalui ujian Rasulullah kepadanya. Rasul menyebutkan bahwa Khadijah istri yang tak ada duanya dan tak tergantikan, karena ia:

1. Beriman saat orang lain kafir
2. Membenarkan saat orang lain mendustakan
3. Memberi dukungan harta
4. Memberi penyejuk mata keturunan

Melalui pujian ini, ada kata kunci yang bisa kita ambil

1. Mendukung tugas mulia suami
2. Menjadi tempat berlabuhnya suami saat sedang tidak nyaman di luar sana
3. Menyuguhkan anak-anak yang menyejukkan pandangan mata bagi suami

Khadijah pula lah yang menghibur Rasulullah saat beliau merasa takut ketika menerima wahyu pertama yang sangat mengejutkan dirinya. Khadijah menenangkan;

“Jangan takut, demi Allah, Tuhan tidak akan membinasakan engkau. Engkau selalu menyambung tali ersaudaraan, membantu orang yang sengsara, mengusahakan barang keperluan yang belum ada, memuliakan tamu, menolong orang yang kesusahan karena menegakkan kebenaran.”

Mungkin kita belum bisa memberikan yang terbaik untuk pasangan kita. Belum bisa mengatur nafas rumah tangga kita dalam nafas ketakwaan. Tapi paling tidak, kita berusaha menjadi pasangan yang mampu menjadi pakaian untuk pasangan kita. Yang menutupi auratnya, yang melindunginya dari hal hal yang dapat melukai.

Aisyah

Beliau dikenal sebagai istri yang mampu mengambil sisi ilmu sang suami. Menjadi penampung ilmu paling lapang bagi ilmu suaminya. Dan sepeninggal suaminya, Aisyah menjadi sumber ilmu bagi masyarakatnya.

Suami yang cerdas pastinya akan senang jika istrinya mampu mengimbangi dirinya dalam ilmu.

Zainab binti Khuzaimah

Dikenal sebagai ibunya orang-orang miskin. Begitu dekat dan dikenal oleh orang-orang miskin karena kedermawanannya. Ini adalah bentuk duplikasi terhadap kedermawanan Rasulullah sebagai suaminya. Suami akan merasa nyaman dengan sifat kedermawanannya karena didukung dengan kedermawanan istri pula, bukan kedermawanan yang harus bertabrakan dengan egoisme dan kekikiran istri.

Ibarat Dua Roda


ibarat roda

Jika kita dianugerahi keturunan, maka anak-anak adalah roda-roda kecil yang harus berputar. Tetapi perputarannya tergantung pada perputaran roda-roda penting (ayah dan ibu). Jika roda penting itu berputar dengan baik, maka roda roda kecil pun demikian. Jika ada satu yang bermasalah, pasti akan mempengaruhi perputaran roda keseluruhan. Apalagi jika kedua roda utama berhenti.

Ada yang penting dari dua roda penting, yakni roda utama. Roda suami/ayah, jika roda ini berputar dengan baik, maka akan sangat mudah memutar roda istri dan juga anak-anak. Namun jangan berkecil hati jika yang berputar hanya roda istri. Memang lebih berat tugasnya, namun tetap harus berputar. Semoga Allah mudahkan . Allahua’lam.

Related Posts

1 komentar

  1. masyaAllah, bener ya mb. Harmonis adalah kunci utama ketahanan dan kelanggengan keluarga.

    BalasHapus

Posting Komentar